R.T Aroeng Binang I
(Djoko Sangkrib)
Bagi mereka yang kurang atau tidak mengetahui dengan betul, mengatakan bahwa trah keturunan R.T. Aroeng Binang I adalah keturunan Kajiman, karena adanya banyak ceritera mengenai Dewi Retno Nawangwulan dari Bulupitu. Maka perlu adanya penjelasan, bahwa Eyang Aroeng Binang I disamping adanya Nawangwulan juga mempunyai isteri-isteri lain dan putera-puterinya sebagai berikut.
I. Dewi Retno Nawangwulan, peputra:
1. Eyang Klantung
2. Eyang Cemeti
3. Eyang Isbandiyah
II. Mas Ajeng Kuning asal Pelegen, peputra:
1. R.Ay. Pangeran Blitar, isteri Pangeran Blitar.
2. R. Honggodirdjo, Kliwon Kabupaten Bumi Sewu di Surakarta, menantu KGPAA. Mangkunegoro I (Pangeran Sambernyowo), karena kawin dengan putra-putrinya yang bernama BRA. Semi.
3. R.Ay. Abdulsalam, isteri Kyai Abdulsalam, Pengulu Kebumen. Kyai Abdulsalam (Ngabdulsalam) semare di Jrakah, putra Kyai Jontrot. Sedangkan Kyai Jontrot adalah putra Pangeran Korowelang di Selomanik, daerah Pejajaran.
4. R.Ay. kromowidjojo (Sala).
III. Mas Ajeng Dewi, asal Winong, peputra:
1. R.Ay. Wonoyudo, isteri Kyai Ngabei Wonoyudo dari Telaga Mirit Prembun.
2. R. Wongsodirdjo (R.T Aroeng Binang II) berputera 23 orang. Yang no. 7 menjadi Bupati Nayaka Sewu dengan nama RT. Djojonegoro dan menjadi menantu Paku Buwono IV dan diangkat sebagai Pepatih Dalem yang kemudian berganti nama R. Adipati Sosrodiningrat. Putri nomor 4 menikah dengan RMT. Aroeng Binang III.
3. Mas Ajeng Wongsodiwiryo, isteri M. Ngabei Wongsodiwiryo Prembun.
4. Mas Ajeng Soerodiwiryo, isteri R. Ng. Soerodiwiryo, Mantri Kabupaten Bumi Sewu.
IV. Mas Ajeng ragil asal Prajuritan, peputra:
1. R. Ng. Wongsodikromo, Penewu kabupaten Sewu di Surakarta.
Kraton Suci di Puncak Pegunungan Bulupitu

Bulupitu, tempat ini merupakan suatu pegunungan di kabupaten kebumen, jawa tengah. Konon dulunya bulupitu bukan merupakan suatu pegunungan, masih berbentuk dataran dan hutan. Namun ada seorang ayah yang membuang anaknya yang bernama joko sangkrib, joko sangkrib hanya dibekali sebuah blangkon milik ayahnya dan satu buah tongkat untuk membantu berjalan. Joko sangkrib dibuanng lantaran memiliki penyakit koreng diseluruh tubuhnya. Setelah di suruh pergi oleh ayahnya, joko sangkrib berjalan dari timur menuju barat tanpa tujuan. Lama berjalan joko sangkribpun lelah, dia memutuskan untuk beristirahat, dan diapun tertidur, lama tertidur joko sangkribpun bangun dan mengetahui bahwa dia berada di lereng pegunungan dan berada dibawah pohon besar yang bercabang tujuh atau pitu (dalam bahasa jawa). Konon yang menjadi pegunungan adalah blangkon ayah joko sangkrib, dan pohon yang bercabang tujuh dan berbulu itu merupakan tongkat yang dibawa joko sangkrib, kemudian dia menamai tempat tersebut dengan sebutan bulupitu.
Setelah itu, joko sangkrib berjalan menaiki pegunungan, dan dia melihat ada sebuah bangunan yang tidak begitu megah, joko sangkrib tertarik untuk melihat lebih jelas, dan ternyata itu adalah kraton yang dihuni oleh satu makhluk yang bernama dewi nawang sih. Kemudian joko sangkrib berkenalan dengan dewi nawang sih, setelah mereka berkenalan mereka sama-sama memiliki keinginan, joko sangkrib menginginkan seluruh tubuhnya menjadi bersih tanpa koreng, sedangkan dewi nawang sih menginginkan dirinya menjadi manusia. Lalu si joko sangkrib menuruti kemauannya asalkan dia mau menikah dengan joko sangkrib, kemudian dewi nawang sih menyetujuinya asalkan joko sangkrib mau mandi di sumur yang nawang sih tunjuk, dan mandilah joko sangkrib di situ, setelah joko sangkrib selesai mandi di sumur tersebut joko sangkrib terkejut melihat bahwa seluruh tubuhnya menjadi bersih tanpa kotoran, sumurnyapun sampai saat ini masih ada, anehnya sumur tersebut tidak pernah kekurangan air.
Setelah joko sangkrib bersih, mereka menikah dan dewi nawang sih menjadi manusia sempurna, mereka berduapun dikaruniai seorang anak perempuan yang diberi nama dewi nawang sasi. Mereka bertiga hidup di kraton tersebut, setelah nawang sasi tumbuh besar, joko sangkrib meminta izin untuk mengembara, setelah diizinkan mengembara, jaka sangkrib pergi meninggalkan dewi nawang sih dan dewi nawang sasi. Setelah lama mengembara, joko sangkrib tak kunjung pulang sampai ajal menjemput dewi nawang sih dan dewi nawang sasi. Hingga kini jasad joko sangkrib tak di ketahui keberadaannya.


Barangkali banyak yang sudah paham, bagaimana kisah legenda Jaka Tarub dan tujuh bidadari. Cerita keisengan pemuda Jaka Tarub mengintip 7 bidadari yang sedang mandi di sungai, berlanjut dengan keisengan mencuri selendang milik salah satu bidadari yang diletakkan di pinggir sungai. Setelah selesai mandi, ke-enam bidadari pulang kembali terbang ke kahyangan. Tinggal satu bidadari yang tidak bisa terbang, karena selendang saktinya dicuri Jaka Tarub. Konon bidadari itu bernama Dewi Nawangwulan.
Cerita selanjutnya, bidadari yang tertinggal teman-temannya, menikah dengan Jaka Tarub. Dalam kisah tersebut pasutri Jaka Tarub dan bidadari Dewi Nawangwulan dikarunia seorang putri bernama Dewi Nawangsih.
Kesaktian bidadari Dewi Nawangwulan ialah bisa menanak nasi sebakul cukup dengan sebutir beras. Dengan syarat, alat penanaknya tidak boleh dibuka. Suatu saat Jaka Tarub melanggar syarat itu. Hilang sudah kesaktian bidadari Dewi Nawangwulan menanak nasi sebakul cukup dengan sebutir beras. Karena itu kemudian menanak nasinya seperti lumrahnya manusia. Hingga hampir habis cadangan berasnya, baru ketahuan oleh bidadari Dewi Nawangwulan, ternyata selendangnya disembunyikan di dalam simpanan beras.
Dewi Nawangwulan marah, lantas mau kembali ke Kahyangan. Walaupun tidak diperbolehkan oleh suaminya, Jaka Tarub. Tetap bersikeras juga. Hanya mau turun ke bumi jika menyusui putrinya yang kala ditinggalkan, masih bayi.
Kisah selanjutnya kemudian Dewi Nawangsih dinikahkan dengan Pangeran Bondan Kejawan atau disebut juga dengan Lembu Peteng dari Majapahit.
Kisah cerita legenda Jaka Tarub dan 7 bidadari ditengarai peristiwanya berada di daerah Gunung Kidul, Daerah Istimewa Yogyakarta. Terbukti dengan adanya peninggalan cagar budaya, yang berupa lesung dari batu. Lesung adalah alat menumbuk padi. Peralatan pertanian yang lumrah ada di pedesaan. Lesung yang dipercaya sebagai peninggalan Jaka Tarub seperti terlihat pada gambar di atas, berlokasi di wilayah Giring. Dari Wonosari mengambil arah jurusan Paliyan kira-kira 8 km.
Dari tempat lesung peninggalan Jaka Tarub, ke arah Gua Maria, sekitar 5 km di atas bukit ada komplek pemakaman Jaka Tarub, Pangeran Bondan Kejawan, Dewi Nawangsih, dll.
Silahkan mengunjungi jika sampai di daerah Gunung Kidul, namun tidak akan menemukan bidadari yang mandi di sungai. Apalagi kalau musim kemarau, sungainya kering.